Sejarah Shorinji Kempo
Kempo dan Budhisme
Falsafah Kempo
Sekilas orang berkesimpulan bahwa bela diri Kempo berasal dari daratan China. Anggapan ini tidaklah semuanya benar. Kira-kira tahun 550 SM,
pendeta Buddha yang ke-28, iaitu Dharma Taishi, pindah dari tempat
tinggalnya di Baramon, India ke daratan China. Beliau menetap di sebuah
kuil/ Sie yang bernama Siau Liem / Shoulin atau dikenali dengan nama Shorin
(Siau Liem Sie = Shoulin Sie = Shorinji) yang terletak di pripinsi Kwa –
Nam. Dalam perjalanannya dan pengembaraannya Dharma Taishi menyebarkan
ajaran agama Budha. Tidak sedikit tantangan, ancaman dan hinaan yang
dialaminya, bahkan nyaris merenggut jiwanya. Dari pengalaman-pengalaman
timbulah anggapan dalam dirinya bahwa seorang calon Bikshu sebaiknya
juga melatih ketahanan jasmaninya, disamping membersihkan rohaninya
untuk mencapai nirwana setelah bersemedi. Dalam ajaran agama Budha,
dikatakan bahwa hidup itu berasal dari “kosong” atau “tiada”. Namun oleh
Dharma Taishi dilengkapinya, bahwa tiada gunanya menjadi “kosong” atau
“tiada” atau “suci” jika tidak bisa membela sesama manusia yang ditimpa
kemalangan. Selama di India, Dharma Taishi pernah belajar indo Kempo
(silat India), karena banyaknya tantangan yang dihadapi dalam
pengembaraannya di Cina maka ia mempelajari pula berbagai aliran silat
China Kuno. Selama bertapa 9 tahun ia bertekad menyusun ilmu
mempertahankan diri dan dimaksukkan sebagai syarat dan mata pelajaran
bagi calon pendeta Budha. Sejak itu ilmu beladiri yang ditemukannya
telah menjadi sebagian pendidikan keagamaan pada Zen Budhisme. Dharma
tetap beranggapan bahwa semua pengikutnya haruslah berfisik kuat guna
melanjutkan usaha menyebarluaskan ajaran agama Budha yang cukup berat
itu. Dalam ceritera klasik Cina, sering dijumpai nama Tatmo Cowsu. Nama
ini tidak lain yang dimaksud adalah Dharma Taishi sendiri, yang
mencipatakan seni beladiri Siau Liem Sie Chuan Fa/ Shoulin Sie Kung Fu atau di Jepang di eja dengan Shorinji Kempo.
Falsafah Kempo
Karena seni bela diri kempo waktu itu
menjadi sebagian dari latihan bagi para calon Bikshu, dengan sendirinya
ilmu itu harus mempunyai dasar falsafah yang kuat. Dengan dilandasi
agama Budha, yaitu membunuh dan menyakiti, maka semua KENSHI (pemain
Kempo) dilarang menyerang terlebih dahulu sebelum diserang. Hal ini
menjadi doktrin Kempo, bahwa “perangilah dirimu sendiri seblum memerangi
orang lain”. Berdasarkan doktrin ini mempengaruhi pula susunan beladiri
ini, sehingga gerakan teknik selalu dimulai dengan mengelak/menangkis
serangan dahulu, baru kemudian membalas. Selanjutnya disesuaikan menurut
kebutuhan yakni menurut keadaan serangan lawan. Dharma selalu
mengajarkan bahwa disamping dilarang menyerang juga tidak selalu setiap
serangan dibalas dengan kekerasan. Sehingga dalam ilmu Kempo itu
lahirlah apa yang berbentuk mengelak saja. Cukup menekukkan
bagian-bagian badan lawan, kemudian mengunci dan bila terpaksa barulah
dilakukan penghancuran titik-titik lemah lawan, berupa tendangan,
sikutan, pukulan dan sebagainya. Bentuk yang pertama dikenal sebagai
JUHO dan yang berikutnya sebagai GOHO. Setiap kenshi diharuskan
menguasai teknik GOHO (keras) dan JUHO (lunak), artinya tidak dibenarkan
apabila hanya mementingkan pukulan dan tendangan saja dengan melupakan
bantingan dan lipatan-lipatan.
Akibat Perang Boxer
Shorinji kempo sendiri mengalami
perkembangan pesat di daratan Cina. Pengikutnya semakin banyak dan
pengaruhnya semakin besar dalam masyarakat Cina. Di tahun 1900 – 1901,
di Cina meletus perlawanan rakyat menentang masuknya Kolonialisme Barat.
Pemberontakan di awal abad ke 20 itu akhirnya menjadi gerakan nasional
yang disokong Ratu Tze Shi, yang juga ingin membersihkan tanah airnya
dari penjajahan Barat. Kolonalisme Barat akhirnya dapat mematahkan
perlawanan rakyat Cina dengan menggunakan peralatan perang mutakhir.
Sementara rakyat Cina kebanyakan hanya melawan dengna mengandalkan
tangan dan kaki saja. perang yang menelan jutaan korban itu terkenal
dengan sebutan “Perang Boxer”. Penjajah mengejar dan membunuh pengikut
Dharma Taishi, organisasinya dilarang, kuil-kuil Shorinji Kempo dirusak,
dibakar dan dihancurkan. Bikshu-bikshu yang sempat meloloskan diri ke
arah timur dan selatan, lalu mengajarkan aliran Shorinji Kempo kepada
pedagang-pedagang dari Okinawan, Taiwan dan Muangthai. Karena tidak
teroganisasinya kesatuan, maka penyebaran Shorinji Kempo mulai membentuk
seni bela diri baru. Mereka melarikan diri ke Muangthai dengan hanya
menguasai teknik GOHO (memukul, menendang dan menangkis) mempengaruhi
perkembangan bela diri yang ada di negeri tersebut. Munculah apa disebut
Thai Boxing. Ajaran Shorinji Kempo, terutama teknik GOHO, juga
mempengaruhi seni bela diri yang ada di Okinawa, Jepang. Maka di Okinawa
timbullah seni bela diri yang dinamakan OKINANAWATE yang kemudian
dkenal dengan nama KARATE.
Mereka yang melarikan diri ke pulau-pulau Jepang lainnya dan
menguasai teknik JUHO (lunak) juga mempengaruhi seni bela diri yang ada
di daerah-daerah tersebut. Kemudian muncullah seni bela diri JU-JIT-SU,
Ju berarti halus-lenting dan fleksibel. Disamping itu lahir pula seni
bela diri AIKIDO dan JUDO. Setelah menghilang beberapa waktu lamanya,
kempo mulai bangkit kembali setelah perang dunia II, aliran-aliran seni
bela diri lainnya tetap bersumber dari Shorinji Kempo/ Shoulin Kung Fu
sebagai aliran seni beladiri yang tertua.
Perkembangan Kempo Selepas Perang Dunia II
“Dimana ada kekuatan harus ada kebijaksanaan dan kebijaksanaan harus disertai kebijaksanaan”
PERKEMBANGAN SHORINJI KEMPO DI INDONESIA
Shorinji Kempo baru bangkit kembali di
Jepang setelah usainya Perang Dunia II. Dalam waktu yang relatif singkat
seni bela diri ini menyebar luas, bukan saja di Jepun tetapi diseluruh
dunia. Seorang pemuda Jepun yang bernama SO DOSHIN dikirim ke Cina dalam
pasukan ekspedisi tentara Jepun ke Manchuria pada tahun 1928. Tetapi ia
tidak sepaham dengan cara-cara penjajahan Jepun, kemudian melarikan
diri dari induk pasukannya dan mengembara di daratan Cina. Dalam
pengembaraannya ia bertemu dengan pendeta Budha dan akhirnya ia dibawa
ke kuil Siaw Liem Sie, yang sudah diperbaiki oleh penerus-penerus Dharma
Taishi. Di kuil ini Sho Dosin mempelajari ilmu Shorinji Kempo langsung
dibawah asuhan Mahaguru (silang) ke-20 yaitu WEN TAY SUN. Karena
kesetiaannya dan penguasaannya yang sempurna terhadap Shorinji Kempo,
maka So DosHin diberi penghargaan tertinggi menjadi Maha Guru ke – 21
dan ia memperoleh ijin untuk meninggalkan kuil Shorinji untuk meneruskan
ajarannya di daratan Jepun. Tahun 1945, Sho Dosin kembali ke Jepun dan
membuka DOJO (tempat latihan) tersendiri. Ia memilih kota TODATSU, yang
terletak di propinsi Kagawa di pulau Shikoku, yang kemudian terkenal
sebagia pusat Shorinji Kempo. Banyak sekali yang datang ke DOJOnya untuk
menjadimurid di sana, bukan saja dari daerah sekitarnya tetapi juga
dari daerah-daerah lainnya, bahkan dari luar Jepun (terutama mahasiswa
asing yang belajar di Jepun). So Doshin menggembleng murid-muridnya
dengan disiplin yang keras seperti yang dialaminya sendiri. Namun di
balik penggemlengan fisik dan mental itu, Guru Besar Shorinji Kempo ini
tetap menempatkan seni beladiri ini sebagia pengayom hati dan jiwa
dengan penuh rasa damai dan welas asih bagi para pengikutnya. Sebab
itulah lambang organisasi Shorinji Kempo menggunakan lambang agama
Budha, yaitu “Manji” , semacam tanda swastika yang berputar ke kiri,
yang berarti “kasih sayang dan kekuatan” yang sesuai dengan doktrin
Shorinji.
Dalam tindakan sehari-hari sering diartikan sebagai berikut :“Dimana ada kekuatan harus ada kebijaksanaan dan kebijaksanaan harus disertai kebijaksanaan”
Konsekuensi
yang harus dilaksanakan oleh pemerintah Jepang setelah kekalahan pada
perang Dunia II kepada bangsa Indonesia adalah membayar Pampasan Perang.
Salah satu dari cara atau bentuk pembayaran Pampasan Perang itu, adalah
sejak akhir 1959 pemerintah Jepang menerima mahasiswa Indonesia dan
juga pemudanya belajar dan training di negeri tersebut. Maka sejak itu
secara bergelombang dari tahun ke tahun sampai tahu 1965 ratusan
mahasiswa dan pemuda Indonesia mendapat kesempatan untuk belajar di
Jepang. Dari jumlah tersebut tidak sedikit pula diantara mereka yang
memanfaatkan waktu-waktu senggang dan libur mereka untuk belejar dan
memeperdalam seni bela diri yang ada di Jepang. Dari mereka ini pula
akhirnya sekembalinya ke tanah air tidak hanya menggondol ijazah menurut
bidang study mereka, juga memperoleh tambahan berupa penguasaan atas
seni bela diri yang ada di Jepang, seperti Karate, Judo, Ju Jit Su dan
juga Kempo.Pada tahun 1962 dalam
suatu acara kesenian yang di pertunjukan mahasiswa Indonesia menyambut
tamu-tamu penting dari tanah airnya, seorang pemuda Indonesia bernama
UTIN SYAHRAZ mendemonstrasika kebolehannya bermain Kempo. Utin Syahraz
tiba di Tokyo sekitar tahu 1960 sebagai Traineer Pampasan. Sebelumnya ia
adalah pegawai pada Departemen Pekerjaan Umum di Jakarta. Apa yang
didemonstrasikan itu akhirnya menarik minat pemuda dan mahasiswa
Indonesia lainnya. Mereka antara lain Indra Kartasasmita dan Ginanjar
Kartasasmita serta beberapa lainnya yang dating kemudian ke Jepang.
Dalam waktu-waktu luang dan libur mereka memanfaatka waktunya untuk
datang langsung ke Pusat Shorinji Kempo di kota Tadotsu untuk menimba
langsung seni bela diri tersebut dari Sihanngnya.Pemuda-pemuda tersebut
sadar, tidak ada lagi kebanggaan mereka selain memberi apa yang terbaik
mereka terima di Jepang kepada pemuda-pemuda bangsanya sendiri
sekembalinya ke tanah air. Hal tersebut tidak lain untuk kejayaan bangsa
dan Negara mereka, agar tidak ketinggalan dengan bangsa-bangsa lain,
tidak saja dalam ilmu pengetahuan tapi juga dalam olah raga.Untuk
meneruskan seni bela diri Shorinji Kempo, seperti apa yang mereka
peroleh di Jepang kepada rekan-rekan senegaranya, ketiga pemuda, yakni UTIN SYAHRAZ (kini almarhum), INDRA KARTASASMITA dan GINANJAR KARTASASMITA bertekad melahirka dan membentuk suatu wadah yang bernama PERKEMI
(Persaudaraan bela diri kempo Indonesia). Wadah ini secara resmi
dibentuk pada tanggal 2 Pebruari 1966.
Dari
hanya beberapa murid dan berlatih di teras rumah waktu itu, kini PERKEMI
telah melahirkan ribuan Kenshi-kenshi yang tersebar di seluruh Tanah
Air. Selain merupakan salah satu anggota Top Organisasi yang bernaung
dalam wadah KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia), PERKEMI juga menjadi anggota penuh dari Federasi Kempo se-Dunia atau WSKO (World
Shorinji Kempo Organization) yang berpusat di kuil Shorinji Kempo di
kota Tadotsu, Jepang. Sedangkan dua dari tiga perintis/pendiri PERKEMI,
yakni Ir. Drs. Ginanjar Kartasasmita (pernah menjabat sebagai Menteri
Pertambangan dan Energi RI) dan Indra Kartasasmita (kini V-DAN;
Direktur Perkapalan dan Pertamina) tetap aktif, baik dalam kepengurusan
PERKEMI maupun pembinaan para kenshi muda lainnya.
0 komentar:
Posting Komentar