Senin, 13 April 2015

Sejarah Shorinji Kempo

Sejarah Shorinji Kempo

 


Kempo dan Budhisme
Sekilas orang berkesimpulan bahwa bela diri Kempo berasal dari daratan China. Anggapan ini tidaklah semuanya benar. Kira-kira tahun 550 SM, pendeta Buddha yang ke-28, iaitu Dharma Taishi, pindah dari tempat tinggalnya di Baramon, India ke daratan China. Beliau menetap di sebuah kuil/ Sie yang bernama Siau Liem / Shoulin atau dikenali dengan nama Shorin (Siau Liem Sie = Shoulin Sie = Shorinji) yang terletak di pripinsi Kwa – Nam. Dalam perjalanannya dan pengembaraannya Dharma Taishi menyebarkan ajaran agama Budha. Tidak sedikit tantangan, ancaman dan hinaan yang dialaminya, bahkan nyaris merenggut jiwanya. Dari pengalaman-pengalaman timbulah anggapan dalam dirinya bahwa seorang calon Bikshu sebaiknya juga melatih ketahanan jasmaninya, disamping membersihkan rohaninya untuk mencapai nirwana setelah bersemedi. Dalam ajaran agama Budha, dikatakan bahwa hidup itu berasal dari “kosong” atau “tiada”. Namun oleh Dharma Taishi dilengkapinya, bahwa tiada gunanya menjadi “kosong” atau “tiada” atau “suci” jika tidak bisa membela sesama manusia yang ditimpa kemalangan. Selama di India, Dharma Taishi pernah belajar indo Kempo (silat India), karena banyaknya tantangan yang dihadapi dalam pengembaraannya di Cina maka ia mempelajari pula berbagai aliran silat China Kuno. Selama bertapa 9 tahun ia bertekad menyusun ilmu mempertahankan diri dan dimaksukkan sebagai syarat dan mata pelajaran bagi calon pendeta Budha. Sejak itu ilmu beladiri yang ditemukannya telah menjadi sebagian pendidikan keagamaan pada Zen Budhisme. Dharma tetap beranggapan bahwa semua pengikutnya haruslah berfisik kuat guna melanjutkan usaha menyebarluaskan ajaran agama Budha yang cukup berat itu. Dalam ceritera klasik Cina, sering dijumpai nama Tatmo Cowsu. Nama ini tidak lain yang dimaksud adalah Dharma Taishi sendiri, yang mencipatakan seni beladiri Siau Liem Sie  Chuan Fa/ Shoulin Sie Kung Fu atau di Jepang di eja dengan  Shorinji Kempo.
 

Falsafah Kempo
Karena seni bela diri kempo waktu itu menjadi sebagian dari latihan bagi para calon Bikshu, dengan sendirinya ilmu itu harus mempunyai dasar falsafah yang kuat. Dengan dilandasi agama Budha, yaitu membunuh dan menyakiti, maka semua KENSHI (pemain Kempo) dilarang menyerang terlebih dahulu sebelum diserang. Hal ini menjadi doktrin Kempo, bahwa “perangilah dirimu sendiri seblum memerangi orang lain”. Berdasarkan doktrin ini mempengaruhi pula susunan beladiri ini, sehingga gerakan teknik selalu dimulai dengan mengelak/menangkis serangan dahulu, baru kemudian membalas. Selanjutnya disesuaikan menurut kebutuhan yakni menurut keadaan serangan lawan. Dharma selalu mengajarkan bahwa disamping dilarang menyerang juga tidak selalu setiap serangan dibalas dengan kekerasan. Sehingga dalam ilmu Kempo itu lahirlah apa yang berbentuk mengelak saja. Cukup menekukkan bagian-bagian badan lawan, kemudian mengunci dan bila terpaksa barulah dilakukan penghancuran titik-titik lemah lawan, berupa tendangan, sikutan, pukulan dan sebagainya. Bentuk yang pertama dikenal sebagai JUHO dan yang berikutnya sebagai GOHO. Setiap kenshi diharuskan menguasai teknik GOHO (keras) dan JUHO (lunak), artinya tidak dibenarkan apabila hanya mementingkan pukulan dan tendangan saja dengan melupakan bantingan dan lipatan-lipatan.

Akibat Perang Boxer
Shorinji kempo sendiri mengalami perkembangan pesat di daratan Cina. Pengikutnya semakin banyak dan pengaruhnya semakin besar dalam masyarakat Cina. Di tahun 1900 – 1901, di Cina meletus perlawanan rakyat menentang masuknya Kolonialisme Barat. Pemberontakan di awal abad ke 20 itu akhirnya menjadi gerakan nasional yang disokong Ratu Tze Shi, yang juga ingin membersihkan tanah airnya dari penjajahan Barat. Kolonalisme Barat akhirnya dapat mematahkan perlawanan rakyat Cina dengan menggunakan peralatan perang mutakhir. Sementara rakyat Cina kebanyakan hanya melawan dengna mengandalkan tangan dan kaki saja. perang yang menelan jutaan korban itu terkenal dengan sebutan “Perang Boxer”. Penjajah mengejar dan membunuh pengikut Dharma Taishi, organisasinya dilarang, kuil-kuil Shorinji Kempo dirusak, dibakar dan dihancurkan. Bikshu-bikshu yang sempat meloloskan diri ke arah timur dan selatan, lalu mengajarkan aliran Shorinji Kempo kepada pedagang-pedagang dari Okinawan, Taiwan dan Muangthai. Karena tidak teroganisasinya kesatuan, maka penyebaran Shorinji Kempo mulai membentuk seni bela diri baru. Mereka melarikan diri ke Muangthai dengan hanya menguasai teknik GOHO (memukul, menendang dan menangkis) mempengaruhi perkembangan bela diri yang ada di negeri tersebut. Munculah apa disebut Thai Boxing. Ajaran Shorinji Kempo, terutama teknik GOHO, juga mempengaruhi seni bela diri yang ada di Okinawa, Jepang. Maka di Okinawa timbullah seni bela diri yang dinamakan OKINANAWATE yang kemudian dkenal dengan nama KARATE.
Mereka yang melarikan diri ke pulau-pulau Jepang lainnya dan menguasai teknik JUHO (lunak) juga mempengaruhi seni bela diri yang ada di daerah-daerah tersebut. Kemudian muncullah seni bela diri JU-JIT-SU, Ju berarti halus-lenting dan fleksibel. Disamping itu lahir pula seni bela diri AIKIDO dan JUDO. Setelah menghilang beberapa waktu lamanya, kempo mulai bangkit kembali setelah perang dunia II, aliran-aliran seni bela diri lainnya tetap bersumber dari Shorinji Kempo/ Shoulin Kung Fu  sebagai aliran seni beladiri yang tertua.

 
Perkembangan Kempo Selepas Perang Dunia II
Shorinji Kempo baru bangkit kembali di Jepang setelah usainya Perang Dunia II. Dalam waktu yang relatif singkat seni bela diri ini menyebar luas, bukan saja di Jepun tetapi diseluruh dunia. Seorang pemuda Jepun yang bernama SO DOSHIN dikirim ke Cina dalam pasukan ekspedisi tentara Jepun ke Manchuria pada tahun 1928. Tetapi ia tidak sepaham dengan cara-cara penjajahan Jepun, kemudian melarikan diri dari induk pasukannya dan mengembara di daratan Cina. Dalam pengembaraannya ia bertemu dengan pendeta Budha dan akhirnya ia dibawa ke kuil Siaw Liem Sie, yang sudah diperbaiki oleh penerus-penerus Dharma Taishi. Di kuil ini Sho Dosin mempelajari ilmu Shorinji Kempo langsung dibawah asuhan Mahaguru (silang) ke-20 yaitu WEN TAY SUN. Karena kesetiaannya dan penguasaannya yang sempurna terhadap Shorinji Kempo, maka So DosHin diberi penghargaan tertinggi menjadi Maha Guru ke – 21 dan ia memperoleh ijin untuk meninggalkan kuil Shorinji untuk meneruskan ajarannya di daratan Jepun. Tahun 1945, Sho Dosin kembali ke Jepun dan membuka DOJO (tempat latihan) tersendiri. Ia memilih kota TODATSU, yang terletak di propinsi Kagawa di pulau Shikoku, yang kemudian terkenal sebagia pusat Shorinji Kempo. Banyak sekali yang datang ke DOJOnya untuk menjadimurid di sana, bukan saja dari daerah sekitarnya tetapi juga dari daerah-daerah lainnya, bahkan dari luar Jepun (terutama mahasiswa asing yang belajar di Jepun). So Doshin menggembleng murid-muridnya dengan disiplin yang keras seperti yang dialaminya sendiri. Namun di balik penggemlengan fisik dan mental itu, Guru Besar Shorinji Kempo ini tetap menempatkan seni beladiri ini sebagia pengayom hati dan jiwa dengan penuh rasa damai dan welas asih bagi para pengikutnya. Sebab itulah lambang organisasi Shorinji Kempo menggunakan lambang agama Budha, yaitu “Manji” , semacam tanda swastika yang berputar ke kiri, yang berarti “kasih sayang dan kekuatan” yang sesuai dengan doktrin Shorinji.
Dalam tindakan sehari-hari sering diartikan sebagai berikut :
“Dimana ada kekuatan harus ada kebijaksanaan dan kebijaksanaan harus disertai kebijaksanaan”

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/9/94/Perkemi.jpg
PERKEMBANGAN  SHORINJI KEMPO DI INDONESIA 
Konsekuensi yang harus dilaksanakan oleh pemerintah Jepang setelah kekalahan pada perang Dunia II kepada bangsa Indonesia adalah membayar Pampasan Perang. Salah satu dari cara atau bentuk pembayaran Pampasan Perang itu, adalah sejak akhir 1959 pemerintah Jepang menerima mahasiswa Indonesia dan juga pemudanya belajar dan training di negeri tersebut. Maka sejak itu secara bergelombang dari tahun ke tahun sampai tahu 1965 ratusan mahasiswa dan pemuda Indonesia mendapat kesempatan untuk belajar di Jepang. Dari jumlah tersebut tidak sedikit pula diantara mereka yang memanfaatkan waktu-waktu senggang dan libur mereka untuk belejar dan memeperdalam seni bela diri yang ada di Jepang. Dari mereka ini pula akhirnya sekembalinya ke tanah air tidak hanya menggondol ijazah menurut bidang study mereka, juga memperoleh tambahan berupa penguasaan atas seni bela diri yang ada di Jepang, seperti Karate, Judo, Ju Jit Su dan juga Kempo.Pada tahun 1962 dalam suatu acara kesenian yang di pertunjukan mahasiswa Indonesia menyambut tamu-tamu penting dari tanah airnya, seorang pemuda Indonesia bernama UTIN SYAHRAZ mendemonstrasika kebolehannya bermain Kempo. Utin Syahraz tiba di Tokyo sekitar tahu 1960 sebagai Traineer Pampasan. Sebelumnya ia adalah pegawai pada Departemen Pekerjaan Umum di Jakarta. Apa yang didemonstrasikan itu akhirnya menarik minat pemuda dan mahasiswa Indonesia lainnya. Mereka antara lain Indra Kartasasmita dan Ginanjar Kartasasmita serta beberapa lainnya yang dating kemudian ke Jepang. Dalam waktu-waktu luang dan libur mereka memanfaatka waktunya untuk datang langsung ke Pusat Shorinji Kempo di kota Tadotsu untuk menimba langsung seni bela diri tersebut dari Sihanngnya.Pemuda-pemuda tersebut sadar, tidak ada lagi kebanggaan mereka selain memberi apa yang terbaik mereka terima di Jepang kepada pemuda-pemuda bangsanya sendiri sekembalinya ke tanah air. Hal tersebut tidak lain untuk kejayaan bangsa dan Negara mereka, agar tidak ketinggalan dengan bangsa-bangsa lain, tidak saja dalam ilmu pengetahuan tapi juga dalam olah raga.Untuk meneruskan seni bela diri Shorinji Kempo, seperti apa yang mereka peroleh di Jepang kepada rekan-rekan senegaranya, ketiga pemuda, yakni UTIN SYAHRAZ (kini almarhum), INDRA KARTASASMITA dan GINANJAR KARTASASMITA bertekad melahirka dan membentuk suatu wadah yang bernama PERKEMI (Persaudaraan bela diri kempo Indonesia). Wadah ini secara resmi dibentuk pada tanggal 2 Pebruari 1966.       

Dari hanya beberapa murid dan berlatih di teras rumah waktu itu, kini PERKEMI telah melahirkan ribuan Kenshi-kenshi yang tersebar di seluruh Tanah Air. Selain merupakan salah satu anggota Top Organisasi yang bernaung dalam wadah KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia), PERKEMI juga menjadi anggota penuh dari Federasi Kempo se-Dunia atau WSKO (World Shorinji Kempo Organization) yang berpusat di kuil Shorinji Kempo di kota Tadotsu, Jepang. Sedangkan dua dari tiga perintis/pendiri PERKEMI, yakni Ir. Drs. Ginanjar Kartasasmita (pernah menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Energi RI)  dan Indra Kartasasmita (kini V-DAN; Direktur Perkapalan dan Pertamina) tetap aktif, baik dalam kepengurusan PERKEMI maupun pembinaan para kenshi muda lainnya.

0 komentar:

Posting Komentar